Senin, 03 Desember 2012

GAWAI KENYALANG JAMES MEI 1998




GAWA KENYALANG
A.     PENDAHULUAN
Gawa Kenyalang adalah salah satu upacara adat terbesar pada suku bangsa Dayak Iban yang penuh dengan ritual. Gawa Kenyalang hanya diadakan oleh sesorang karena suruhan atau permintaan roh yang ada di alam gaib karena adanya suatu ilham, atau tanda-tanda dan atau pesan antara lain melalui mimpi, yang bisanya sangat tegas dikatakan bahwa yang bersangkutan harus gawa Kenyalang jika ingin, selamat, ingin sukses, ingin sehat, ingin panjang umur.
Sehingga oleh karenanya tidak jarang orang yang diamanahkan untuk gawa Kenyalang harus nekad, malaksanakan gawa atau tidak gawa. Namun sebaliknya tidak sedikit pula adalah keluarga yang nekad, secara gotong royong mendorong orang yang dapat amanah tersebut harus melaksanakan gawa Kenyalang sebagai suatu keharusan.
Gawa kenyalang bukanlah datang dari dunia nyata tetepi sebaliknya gawa Kenyalang adalah berasal dari dunia gaib dari seorang dewa yang dikenal dengan nama Sengalang Burung di dunia Kahayangan. Sementara di dunia nyata Sengalang Burung  dikenal sebagai seekor burung jenis burung enggang yang paling besar, yang hidup dan menjadi raja dari segala burung.
Mengenai asal usul gawa kenyalang ada beberapa versi, oleh karena itu, demi untuk lebih memudahkan pembaca memahami, penulis mengambil beberapa cerita atau legenda tentang asal usul gawa kenyalang dimaksud antara lain, legenda buntak aloi dan buntak rusa, cerita yang berasal dari legenda Sengalang Burung dan cerita para terutama para lemambang.

B.     LEGENDA BUNTAK ALOI DAN BUNTAK RUSA

Menurut kepercayaan orang Iban dunia khayangan Panggau Libau adalah tempat yang terkenal dimana penghuninya selalu berkelimpahan dan gembira. Diantara banyak penghuninya adalah Keling dengan jejeluk atau gelar Gerasi Nading dan Laja dengan jejuluk atau gelar Tampak Mua, yang di junjung tinggi dan tinggal di Panggau Libau.
Suatu hari, saat masa muda mereka, Keling dan Laja memutuskan untuk mengunjungi rumah panjang para dewa yang dikenal dengan nama Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, dengan tujuan untuk menemui dua orang gadis yang cantik bernama Kumang dan Lulong. Kedua mengenakan pakaian perang mereka yang terbaik. Mereka mengenakan hias kepala yang dipenuhi dengan banyak ukiran-ukiran yang indah, juga termasuk pakaian subak yang motifnya menyerupai kulit biji kepayang, serta mempersenjatai diri dengan pedang dan perisai.
Setelah menyelesaikan persiapan-persiapan yang diperlukan, Keling dan Laja membuka pintu bilik rumah panjang yang terbuat dari akar pohon tapang. Kemudian mereka berjalan menyusuri rumah betang, menuruni tangga sambil memegang tangan tangga yang terbuat dari kayu purang. Keling dan Laja menyeberangi jembatan yang seakan tiada berujung, kemudian berjalan melalui belukar sabang seluang  (sejenis tanaman yang biasa digunakan oleh orang Iban dalam ritual-ritual adat). Bilamana terasa tubuh mereka oleng ke kanan  karena kelelahan, mereka menopang tubuh dengan bantuan sumpit yang terbuat dari kayu tapang, dan bila tubuh terasa oleng ke kiri mereka menahan badan dengan berpegangan pada hulu pedang yang terbuat dari tanduk rusa. Mereka berjalan dengan kencang, secepat anak sumpitan dan terbang seperti kupu-kupu sampai akhirnya mencapai sebuah lorong yang sunyi.
Setibanya mereka di tempat yang penuh dengan air, Keling dan Laja bahkan tidak berhenti untuk menyelam. Mereka menyeberangi air terjun yang keruh, yang curahannya berbunyi seperti bunyi gong-gong kecil. Mereka berjalan begitu cepat sehingga akar-akar tercabut, dedaunan terbang dan berhamburan kesana-sini, dan akar pepohonan besar pecah. Dengan lompatan-lompatan, kedua prajurit muda  ini melangkahi pohon empili, yaitu pohon yang buahnya sangat disukai babi hutan, dan tempat itu pula para pemburu mendapat babi hutan, yang biasanya ditangkap dan atau ditombak kemudian dagingnya mereka panggang untuk dimakan.
Serta disini pula mereka menyaksikan keajaiban, diamana seekor babi hutan yang telah lama mati, tiba-tiba hidup kembali dan sedang mengais-ngais tanah. Keling dan Laja juga melewati hamparan tanah yang datar yang ditumbuhi oleh ijok (enau). Disinilah tempat daging-daging rusa diasapkan. Walaupun rusa itu telah lama mati, mereka melihat rusa itu kembali hidup dan sedang menggapai-gapai buah pohon buhan.
Tak berapa lama Keling dan Laja melintasi bukit yang dipenuhi pohon ridan yaitu salak hutan, itu adalah tempat dimana daging-daging rusa biasanya diawetkan. Disini hal-hal aneh terjadi, meskipun rusa itu telah dipotong-potong, secara ajaib ia hidup dan melompat lalu pergi.
Menjelang tengah hari, Keling dan Laja mendengar suara orang dan kokok ayam jantan dari tempat yang bernama Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, lalu berkatalah Keling kepada Laja, katanya: “Mari kita menyamar sebagai orang tua”,dan Lajapun menjawab, katanya: “Aku akan mengikuti perkataanmu, Buat”, jawab Laja. Buat adalah emperian atau nama samaran bersama Keling dan Laja.
Kemudia mereka melangkah menuju pohon jelutong yang ada disebelah pohon pelai, melukai kedua pohon tersebut, kemudian memoles muka mereka dengan getahnya sehingga membuat muka mereka kelihatan keriput dan jelek.
“Kutil-kutil tumbuh dimuka mereka!”, kata orang-orang yang melihat Keling dan Laja. Ada yang melihat seperti  bekas kudis yang menyerupai sayap-sayap serangga. Nanah mengalir dari hidung dan gigi mereka ada yang patah dan ada yang runcing, begitu pula dengan keringat mereka berbau busuk.
Ketika mereka tiba di tempat pemandian rumah panjang Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, orang–orang yang sedang mandi menjauh dari Keling dan Laja.
“Sungguh jelek rupa mereka, lihatlah luka-luka yang ada disekitar tubuh mereka,” kata orang-orang yang ada disana. Sungguh demikian ada pula yang  mengundang Keling dan Laja untuk mandi di sungai itu. Sementara ada yang hanya diam, khawatir Keling dan Laja akan bergabung dan mandi di dekat mereka. Namun Keling dan Laja menolak ajakan untuk mandi disana dengan alasan kurang begitu sehat.
Setibanya mereka di rumah panjang, Keling dan Laja langsung menuju bilik Ngelai. Dia terkenal di Gelong Batu Nakong Nyengit Nyengong Batu Begalang, sebagai orang yang baik budi terhadap semua orang tanpa melihat rupa atau asal-usul orang. Keling memperkenalkan diri sebagai ‘Buntak Aloi’ dan Laja sebagai ‘Buntak Rusa’.
Suatu hari, baik Keling maupun Laja diminta oleh Ngelai untuk menjaga padi yang sedang dijemur. Namun kedua orang tua itu hanya melihat-lihat padi yang dijemur dan membiarkan ayam-ayam berlarian dan memakan padi-padi itu.
Ketika Ngelai kembali, dia melihat ayam-ayam sedang mematuk-matuk padi-padi itu. “Aduh, kenapa kalian tidak mengusir ayam-ayam itu?”, seru Ngelai. “Mereka akan menghabiskan padi-padi ini kalau dibiarkan saja, kalian harus memukul ayam-ayam itu agar mereka pergi”.
“Oh, begitu ya caranya?” tanya Keling. Kemudian mereka mulai memukuli ayam-ayam itu, sampai banyak dari mereka yang mati. Yang hidup banyak yang mengalami patah kaki atau sayapnya. Ayam-ayam yang mati berhamburan kesana kemari.
Memiliki firasat yang tidak enak, Ngelai kembali ke tempat dimana padi-padi dijemur. “Oh, sekarang banyak ayam-ayam yang mati di bunuh oleh mereka, kedua orang tua ini memang aneh”.
Melihat itu, isteri Ngelai berkata,” Kalian tidak perlu memukuli ayam-ayam itu, cukup diusir saja”. “Oh, begitukah caranya, sepupuku Ngelai, tetapi tadi engkau suruh kami untuk memukuli ayam-ayam itu”, jawab Laja.
Selama mereka di Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, Keling dan Laja ngayap atau berpacaran setiap malam dengan gadis dirumah pajang tersbut, dimana ‘Buntak Aloi’ atau Keling merayu Kumang, sementara ‘Buntak Rusa’ atau Laja merayu Lulong. Ketika mereka mengunjungi gadis-gadis itu, topeng yang membuat muka mereka terlihat tua dan jelek, mereka buka dan dititipkan kepada seorang budak perempuan yang bernama Indai Lipai. Tanpa topeng keduanya tampak tampan dan berwibawa,  sebagaimana aslinya.
Sebelum Keling dan Laja tiba di Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, Kumang biasanya dipacari oleh Gelayan Ragak Riang. Pemuda Gelayan sendiri juga berasal dari Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang. Walaupun Gelayan gagah dan tampan, namun tak sebanding dengan Keling dan Laja.
Keling dan Laja secara tetap ngayap atau berpacaran dengan Kumang dan Lulong. Suatu ketika Kumang menghadiahi Keling sebuah cincin  sebagai tanda cintanya. Secara tidak langsung pula ia ingin mengetahui identitas sesungguhnya dari pemuda yang melamarnya ini. Ketika Keling kembali kerumah Ngelai, dia secara diam-diam memasukkan cincin pemberian Kumang itu kejari Ngelai saat ia sedang tertidur. Maka, sewaktu Ngelai bangun dari tidurnya, ia sangat heran melihat ada cincin di jarinya. Ia bertambah marah ketika cincin itu tak dapat dilepas dari jarinya. Cincin itu terlihat longgar ketika dikenakan, namun tiba-tiba menjadi sempit ketika hendak di buka.
Pada saat Kumang mengetahui kalau cincin itu ada di jari Ngelai, Kumang menyangka bahwa Ngelailah yang selama ini memacarinya. Tapi dia tidak yakin Ngelai akan membuat lelucon seperti ini. Setiap pagi Kumang memeriksa setiap persimpangan didekat rumah panjangnya, untuk mencari jejak dari pemujanya. Ia kemudian menemukan jalan setapak yang tertutup oleh sarang laba-laba, namun ini sama keadaannya dengan jalan setapak yang lain. Ia begitu kebingungan dan penasaran untuk mencari tahu siapa pemuja dirinya. Sebaliknya, Lulong melalui kekuatan magicnya, mengetahui siapa pemuja rahasianya. Akan tetapi dia tidak mau memberitahukan kepada Kumang saat itu.
 Setelah Keling dan Laja tinggal untuk waktu yang cukup lama di Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, maka orang tua-tua memutuskan untuk mengadakan perayaan Gawai Kenyalang. Sebulan sebelum perayaan, orang-orang mulai mengukir patung burung enggang dari kayu. Setiap keluarga harus membuat satu untuk acara tersebut.
Tiap-tiap patung kayu dari burung enggang harus diukir secara teliti. Bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan dan keahlian untuk mengukir harus mencari bantuan dari orang yang lebih mahir. Inilah yang menyebabkan Kumang dan Lulong meminta bantuan Buntak Aloi dan Buntak Rusa membuatkan patung burung enggang untuk keluarga mereka.
Sekitar lima hari sebelum perayaan dimulai, setiap ukiran patung burung enggang telah selesai dan ditempatkan diatas ngampan tikar (tikae sanjan enseluai) yang terbuat dari bemban. Kemudian di pajang di ruang khusus, setiap ukiran tampak bagus dan  sangat indah, terutama yang diukir oleh Gelayan Ragak Riang. Gelayan ditunjuk untuk membuat patung enggang yang nantinya akan ditempatkan ditiang sanding yaitu dipuncak tiang yang tinggi, pada perayaan Gawai Kenyalang. Gelayan sesumbar dia adalah seorang pengukir yang ahli, dan mampu membuat berbagai bentuk kerajinan tangan. Dia mencemooh patung-patung enggang yang dibuat oleh Buntak Aloi dan Buntak Rusa. Sekalipun kepunyaan mereka juga dibolehkan untuk diletakkan diatas ngampan dan ditutup pua umbo atau kain tenun, namun Gelayan beranggapan hasilnya pasti tidak selesai. Seseorang bahkan berkata bahwa ukiran patung itu seperti wajah si  pengukir.
Hari besar yang dinanti-nantikan tiba juga, para pengukir dipersilahkan untuk memamerkan hasil karya masing-masing. Orang yang terakhir mempertunjukkan hasil ukiran burung enggang sebelum Gelayan adalah Buntak Aloi dan Buntak Rusa. Orang-orang mendekat dan berkumpul persis ketika Buntak Aloi dan Buntak Rusa akan memperlihatkan hasil karya mereka. Tujuan sebenarnya bukan untuk melihat hasil karya mereka, namun lebih bermaksud untuk memperolok-olokkan kedua ‘orang tua asing’ tersebut.
Sungguh aneh, begitu Buntak Rusa membuka selubung karya ukirannya, patung burung enggang itu tiba-tiba terbang. Hal yang sama terjadi pada patung karya Buntak Aloi. Patungnya mengepak-kepakkan sayapnya dan terbang sampai kedepan pintu bilik Kumang. Patung itu dipenuhi oleh motif ukiran yang belum pernah dilihat orang selama ini. Dalam hal kerumitan dan keindahan, ukiran-ukiran itu jauh melebihi imajinasi mereka. Beberapa orang mencoba untuk menangkap patung itu, karena mengira itu adalah burung-burung enggang sungguhan. Kumang dan Lulong amat sangat gembira. Ketika akhirnya tiba giliran Gelayan untuk membuka selubung karya ukirannya, yang terlihat adalah patung yang jelek, tidak seperti apa yang telah dia lihat sebelumnya.
Para penghuni Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang tercengang. Sebagian mulai berpikir kalau Buntak Aloi dan Buntak Rusa bukanlah manusia biasa. Menyadari situasi ini, Buntak Aloi dan Buntak Rusa kemudian membuka topeng penyamaran yang selama ini membuat rupa mereka tampak tua dan jelek. Seketika itu juga mereka berubah menjadi pemuda-pemuda yang tampan dan berwibawa. Barulah setelah itu penduduk Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang, menyadari bahwa ‘orang tua asing‘ yang ada didepan mereka sesungguhnya adalah Keling dan Laja, dua orang pemuda yang terkenal yang berasal dari Panggau Libau. Segera setelah festifal selesai, Keling mengawini Kumang dan Laja mengawini Lulong.
Dari Legenda ini diyakini bahwa, beberapa motif desain atau ukiran-ukiran Iban, terutama motif dan ukiran Kenyalang, adalah benar-benar berasal dari dewa-dewa yang bertempat tinggal di Kayangan ata di Panggau Libau dan  Gelong Batu Nakong, Nyengit Nyengong Batu Begalang.
Berdasarkan pengetahuan Sabar seorang Lemambang yaitu ahli nimang senior sebagimana dituturkan oleh Stefanus Jenang, bahwa menurut kepercayaan orang Iban, bahwa pada mulanya seseorang Gawa Kenyalang, adalah atas perintah Dewa yaitu manusia dari Kahayangan yang dikenal dengan nama Sengalang Burung, yang dapat menjelama menjadi burung, yaitu seekor burung elang si raja burung, yang berdiam di menua tujung, sandong bersinjang, lebak entak klekuyang, yang beristrikan Dara Entaba Malon, Kupak Cendai, Lawai Patang Jirak.
Tetapi Sengalang Burung adalah orang yang paling sibuk mengurusuri, menjaga dan mengatur seluruh hal ihwal makhluk di langit dan di bumi atau di alam gaib dan di alam semesta, sehingga dia sendiri tidak pernah ingat bahwa dia ada atau pernah memerintahkan seseorang untuk gawa kenyalang.
Makanya ketika terjadi angin ribut yang menerpa dan menggoncang rumahnya dia menjadi terkejut dan bersungut-sungut “kenapa hujan dan angin ribut tidak berhenti-henti ?’ Sehingga ia marah-marah kepada istri serta kepada seluruh warga Kahayangan.
Bahkan tidak jarang membuat sang istri berputus asa meminta cerai kepada Sengalang Burung, namun demikin sang istri masih berpuya menahan diri dan berkata : “oh nati saya lihat dulu kata istrinya yang kemudian berdiri diatas tom indo benda burit jumpit  sejengkal tarik, kumpang bela belang irih ai enda nitik (terpong), sehingga terlihatlah bahwa ada kegiatan anak manusia di bumi bahwa ada pandung, ada isang (janur) tanda ada orang gawa kenyalang. Jadi mereka  itulah yang menabur beras kuning sehingga terjadi hujan lebat yang disertai angin ribut. Mendengar penjelasan dari sang istri, barulah Sengalang Burung ingat, bahwa benar dia telah menyuruh anak mansia di bumi untuk gawa kenyalang.
Lalu bagaimana kita, “kitai  angkat  me ngabang etang enda tau tubuh puang, bai perangaruh kembar tunbuh, batu serbak temu, enggau nulong enggau mandong ia kegawanya. Maka segera sesudah itu lalu Sengalang Burung “nutong” yaitu membunyikan tawak memanggil anak, menantu dan semua kaum kerabatnya, seperti anak menantu ia ketupung dan istrinya cerurai bunsu langgai ketupung labang, beragai, bejampung, pangkas, embuas mai ngabang,
Segera setelah mendengar kata-kata atau lekah timang dipagi hari, Sengalang Burung berserta seluruh warga Kahayangan turun dari langi ke bumi ngabang menghadiri gawa kenyalang dimaksud, sementara warga Kahayangan lain yaitu Keling, Laja orang dari Panggau yang ngabang duluan, dipagi hari sebelum Sengalang Burung datang mereka sudah pulang duluan. Karena mereka sangat hormat dan takut pada Sengalang Burung sebagai penguasa seluruh dunia dewa-dewa.

C.     Gawa Kenyalang dalam dunia nyata yang dimulai oleh Benada alias Temenggung Simpe
Atas undangan Keling orang dari panggau libau maka datanglah Benada yang kemudian lebih dikenal dengan nama Simpe dengan jabatan Temenggung sebagai kepala adat, kepala suku dan kepala Menua Iban di kawasan Batang Ai ke Kahayangan, setibanya disana ….  


D.     TAHAPAN GAWA KENYALANG
§  Pada malam hari memberi makan NISING si roh jahat yang disebut  hantu kepapas dengan pedara piring tiga
§  Kenyalang selesai langsung dipindahkan kepadung sebagai biliknya yang disebut kubau tempat persemayaman kenyalang sebelum acara gawai dan sebelum dinaikan ketiang sandung
§  Sementara menunggu hari gawai kenyalang yang sudah punya nama, bagaimana layaknya mansia dia pun boleh diundang kegawai lain, diataranya gawa sandau hari
§  Menyosong hari jadi,  malam hari rapat dan kenyalang boleh keluar (mupu kenyalang) besoknya orang berangkat ngamabe ngabang atau menjemput undangan, dan sementara orang di rumah ngancao bidai atau mengamparkan tikar.
E.      MUNTANG
Pada tanggal 8 Mei 1998, bertempat di Nagung Keruh, di bilik Bunsi dan Bate, sebagai pon bilik yang pernah dihuni almarhum Apae Bangau dan Indae Lidong, dimana pada masa kecil, Jacobus F. Layang dan Pieter Iman pernah tinggal, bersama Kebing, Jenang, Naol, Simpe, Bunsi dan Sae malam MUNTANG, dengan acara intinya adalah KEDURAN untuk HANTU KEPAPAS, yaitu pembuatan pedara piring lima, sebagai sesajen untuk roh jahat, terutama jin atau Gergasi yang bernama NISING, sebagimana tampak pada gambar diatas Bandan sebagai salah seorang pemangku adat di Ngaung Keruh, sedang  membiao yaitu mengibaskan ayam untuk memilih orang  untuk membuat pedara.





Sebagai tanda dimulainya acara pedara pada KEDURAN hantu Kepapas, tampak Engga yang terpilih memimpin acara MUNTANG, sedang membiao atau mengibasi hadirin dengan ayam agar roh jahat tidak mengganggu dan hadirin tetap dalam keadaan sehat dan selama dalam mengikuti acara tersebut.





Dengan terlebih dahulu dipasangi buntng selong pada tangan kanan sebagai pengeras semengat,  Engga  nampak sedang mempersiapkan pedara  muntang unuk sesajen keapada hantu kepapas disimpan didalam kelingkang digantung diatas ruai.







Pedara piring  lima  yang telah diramu Engga sudah siap sebagai sesajen  yang di taruh di dalam kelingkang yang ditaruh tergantung diruai diatas Kubao Kenyalang.kepada hantu kepapas
Ningkoh
Adalah suatu kegiatan  muntang yaitu mengambil kayu untuk membuat RUAN  bahan kenyalang yang didahului dengan pedara indek piring lima, dan sebagai kedurannya dimasukkan dalam upih  atau pelepah  pinang yang ketika akan berangkat diindek atau diinjak oleh orang yang punya gawa, agar langkah mereka dengan mulus menuju tempat dimana pohon pelai yang ditebang.


Tiba dipohon pelai, sebelum menebang pohon dipinta dulu kepada penguasa alam gaib, yaitu dengan membuat sesajen atau pedara piring tujuh dan ditaruh diatas tersang atau ancak bambu yang ditancapkan didekat pohon pelai, kemudian dikibasi atau dibiao dengan ayam yang berbuluh merah, yang langsung disembelih dan kepalanya ditaruh ditersang.


Sebagai tanda meminta pohon pelai tersebut, secara adat kepada penguasa alam gaib, yaitu dengan membuat sesajen atau pedara piring tujuh dan ditaruh diatas tersang atau ancak bambu yang ditancapkan didekat pohon pelai, kemudian dikibasi atau dibiao dengan ayam yang berbuluh merah, yang langsung disembelih dan kepalanya ditaruh ditersang.Selanjutnya untuk memulai pekerjaan dilakukan penibakan atau pemotongan pohon pelai oleh orang gawa kenyalang, setelah itu baru ditebang sampai  tumbang, Kebetulan pada saat itu penebangan pohon pelai tersebut terjadi keajaiban, dimana penebangan pohon pelai yang lembut tersebut, harus ditebang dengan menggunakan 3 buah chain-saw juga waktunya lebih dari 3 jam harus dihirup dengan pua kumba yaitu kain tenun ikat Iban, dan kemudian setelah tumbang, sebelum dikerjakan langsung diselumuti dengan pua kumbo atau kain tenun ikat.

Mengerjakan RUAN hingga selesesai menjadi keyalang
1)      Pelai yang untuk dibuat kenyalang dibawah pulang, datang dirumah dibuatkan keduran sebagai sesajen, yang ditaruh di dalam piring yang berisi telur 1 butir, rokok, sirih pinang, nasi, garam, rokok, pulut, tumpi, rendai dan air tuak, lalu dibuang.
2)      Pedara tanda mulai menebuk bagian dada dengan  piring lima  sebagai keduran pertama
3)      Pedara setelah selesai tangkong atau paruh dengan piring lima sebagai keduran kedua
4)      Pada hari ketiga kenyalang selesai yang terakhir adalah ukiran naga dengan piring dan sebagai ssajen adalh piring lima sebagai keduran ketiga
5)      Baru setelah itu dia diberi nama…REMAONG TUJUNG BUKIT………………………


PANDUNG adalah tempat menyimpan pedara sebagai atau perjanjian menerima perintah gawa, tetapi Sengalang Burung tidak ingat, setelah orang yang gawa nutung, nabor berau kuning, sehingga nyadi hujan nelian sekali nata, rebut puput sekali ngua, menghantam rumah Sengalang Burung. Kejadian tesebut membuat Sengalang Burung sangat gusar, Setelah diingatkan sang istri baru Sengalang Burung sadar. Bahwa yang menyebabkan angin ribut, adalah beras kuning yang ditaburkan dan tawak nutung, oleh orang yang gawa Kenyalang pada waktu NITI DAUN dengan mangkong tawak, menabur beras kenuning sepanjang rumah dan baru berhenti setelah dating ditempat babi,

NGERANDANG
Adalah kewajiban bagi orang yang gawa untuk membersihkan jalan Sengalang Burung, termasuk membersihkan beras kuning yang ditabur, yang menjadi ular, nyadi gemanyar, nyadi tedong,nyadi remaong. Sehingga acara berlanjut pagi hari, Sengalang Burung datang ngabang, pandung rebah, babi di bunuh, lalu ia pulai hari nya mega.

A.     HARI GAWAI


Wanitia penghias yang disebut penyugu ini sedang memandikan dan membersihkan babi, kemudian nyugu atau menyisir bulunya dan mengurapinya dengan ramuan dari tumbuh-tumbuhan agar wangi














Sejumlah wanita miring sedang mempersiapkan  pedara atau sesajen untuk keduran ditersang  ditanju atau dijungkar
Dalam acara gawai kenyalang pedara piring sembilan sebagai keduran telah disiapkan sejumlah makanan berupa lemang yang disebut pulut pansoh, kue tepung ketan yang dibakar disebut tumpi, puprice yaitu rendai yang terbuat dari beras pulut, telur ayam, kue-kue, garam, nasi dan lauk pauk serta ilom sirih-pinang, dan rokok.


















Sirit yang menjadi penghuluan nduk di tanju sedang membiao atau mensucikan pedara sebagai keduran yang akan disajikan pada tersang tanju Gambar 26 petugas Nudok, ada 5 orang dan pimpinan adalah Sirit, yaitu yang duduk paling ujung kanan. Sirit adalah Panglima Perang Adat, yang didapatnya secara ex officio dari pangkat Pembantu Letnan Dua/Letda Titutuler, yang diberikan oleh Brigadir Jenderal Sumadi, Panglima Komando Daerah Milier XII/ Tanjung Pura, kepada masyarakat di daerah Perbatasan Kalbar dan Sarawak ketika Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia dan penumpasan PGRS/PARAKU. Sirit yang duduk diujung kanan sedang membiao atau mensucikan pedara yang telah disiapkan dengan ayam, setelah itu ayam disembelih dan kepalanya ditaruh dipedara bersamaan dengan sesajen lainnya  dan selanjutnya diletakan di dalam piring batu yang kuno, dan disimpan diatas tersang yang didirikan ditanjo atau pelataran rumah panjang dalam keadan terbalut dgn pua kumbo atau kain tenun ikat, sebagai sesajen kepada orang panggao, Keling Bunga Nuing Gerasi Nading, Laja Bunga Jawa Tampak Mua.





Sejumlah wanita pemiring yaitu menyiapkan piring pedara sebagai sesajen







Persiapan pedara sebagai keduran yang akan sisajikan di padung

























Pedara sebagai keduran untuk sesajen yang  disimpan dipadung telah disiapkan





















PANDUNG adalah tempat menyimpan pedara sebagai           sejajen atau sebagai wujud dari perjanjian bahwa anak mensia anak udah, menerima perintah gawa Kenyalang, dari Sengalang Burung, tetapi Sengalang Burung sendri tidak ingat bahwa dia telah memerintahkan orang tadai gawa.Sehingga setelah orang yang gawa nutung, nabor berau kuning, maka nyadi hujan nelian sekali nata, rebut puput sekali ngua, menghantam rumah Sengalang Burung. Kejadian tesebut membuat Sengalang Burung sangat gusar, tetapi setelah diingatkan oleh sang istri, baru Sengalang Burung sadar. Bahwa yang menyebabkan angin ribut, adalah beras kuning yang ditaburkan dan tawak nutung, oleh orang yang gawa Kenyalang pada waktu NITI DAUN dengan mangkong tawak, menabur beras kenuning sepanjang rumah dan baru berhenti setelah datang ditempat babi, dan telihat PADUNG berdiri, yang terisi pedara baik yang di dalam sintong,  maupun di dalam kelingkang, tehias isang, atau janur palma, sebagai sesajen khusus kepada Sengalang Burung.Sambil menantikan kedatangan Sengalang Burung ngabang, maka sintong yang berisi pedara disajikan tertutup dalam padung yang terbungkus dengan pua kumbo atau kain tenun ikat Iban, dengan harapan bahwa bila Sengalang Burung memberikan hadiah, maka dia dapat meletakkannya disana.


NGERANDANG
Adalah kewajiban bagi orang yang gawa untuk membersihkan jalan Sengalang Burung, termasuk membersihkan beras kuning yang ditabur, yang menjadi ular, nyadi gemanyar, nyadi tedong,nyadi remaong. Sehingga acara berlanjut pagi hari, Sengalang Burung datang ngabang, pandung rebah, babi di bunuh, lalu ia pulai hari nya mega.


















B.     MENDIRIKAN  KENYALANG
Induk Kenyalang





















Anak Kenyalang













Sejumlah orang sedang  bergotong royang mendirikan sandung atau tiang kenyalang yang disebut TERAS, sementara di bagian depan tampak tangga nanga’ yang dibagi dua, yaitu bagian kiri adalah tangga roh yang diperuntukan pada nabao atau naga sedangkan bagian kanan adalah tangga pengabang, karena dikwatirkan akan sakit, maka manusia tidak boleh lewat tangga nabao.


































































MENDIRIKAN KENYALANG
Setelah Sengalang Burung datang ngabang, maka sesuai dengan amanahnya, Kenyalang yang sudah diberi nama dan telah dianggap menjadi manusia, maka dia  harus pulang ke Kahayangan, tetapi ketempat Keling Gerasi Nading, Bujang Berani Kempang, di Menua Panggau melalui TERAS yaitu tiang SANDONG yang dillit nabao atau naga dan bayak atau komodo lokal yang turut mengantar Kenyalang pulang ke menua Panggau. Namun demikian. sekalipun Kenyalang tersebut sudah pulang ke Kahayangan, manusia dibumi dapat saja mengundangnya umpamanya pada acara gawa sandauari, karena lebih mudah menanggil orang Panggau dari pada Sengalang Burung, dengan mendengar letupan rendai mereka telah berkenan datang.
KETERANGAN GAMBAR
TGL 8 Mei 98, 1 s.d 5 Keduran pedara hantu kepapas dengan piring 5 dan sesajen dibuang ditanah
Tgl 9 Mei 98, 6 sd 8, Nebang pelai
Tgl 7 Jnui 98, 11a. dan 11b, Ngukir kenyalang
Tgl 26 Juni 98, gambar 12 kenyalang dikeluarkan dari kubau dibawa mupu yaitu mengarak kenyalang senpajang rumah betang, sebgai tanda sukacita, maka warga yang dilewati menitip doa dengan perantaraan hantu atau roh halus yang menrasuki kenyalang kepada orang panggau agar mereka gayu guruh, lantang senang
Gambar 13 nike ke babi, yaitu suatu acara menaikkan babi kurban ketanju atau pelataran rumah panjang, babi kurban dipotong  sebagai persembahan kepada penguasa alam gaib yang diam di nirwana yaitu menua keling bunga nuing, laja bunga jawa, lulong indai mendung dan kumang indai abang, yang disebut panggau libau, dan untuk meramalkan kondisi atau keadaan seseorang yang gawa kenyalang
dilakukan oleh orang yang nudok pegawa, agar mereka tidak diganggu oleh roh jahat, serta para tamu menanggalkan segala pikiran dan mauksud jahat, dan tetap dalam keadaan gayu guruh, gerai nyamai, celap lindap, terhidar dari segala mala petaka selama mengikuti gawai. Sementar pedara atau sesajen tersebut ditaruh ditersang yang ditancapkan ditanah.
Gambar 15 Nutong yaitu memukul gong untuk memberitahukan atau memanggil orang panggau ngabang atau menghadir pesta gawai
Gambar 16 ngalu mereka yang pulang ngambil ngabang ke rarong atau kubran khusus yang dihormati, naik melalui jalur kanan tangga nanga’ dan diatas kepala tangga seorang yang punya gawa disuruh membuang 1 pring pedara yang sudah siap  
Gambar 17 dengan didahului oleh orang yang nudok pengabang naik dari tangga nanga’ lalu dbiao dengan ayam dan dialu-alukan dengan makanan dan minuman oleh sejumlah muda mudi
Gambar 18 tampak sejmlah remaja ngalu pengabang
Gambar 19 makar babi yang sudah dinaikan ditanjo, dimandikan dengan ramuan dari tumbuh-tumbuhan alami yang tradisional sepeti temulawa, pakar (langer), pau’ atau kepanyang, dan bangkit agar babi bersih dan wangi supaya disenangi oleh orang panggau sehingga dengan demikian bila babi itu disembelih hatinya akan menjadi bagus, karena salah satu inti dari gawa kenyalang selain memberi makan roh juga meramal keadaan atau peralanan hidup orang yang gawa.
Gambar 20 mengias babi persembahan kenyalang, antar lain dengan menyisir (nuguh) oleh seorang wanita yang dipilih
Gambar 21 mulai pedara ngumpan hantu kepapas yaitu roh jahat
Gambar 22 pedara piring sembialan yang disiapkan untuk kelingkang panggau sementara bagian pedara lain dibuang seperti Gambar 21
23 sejumlah wanita miring


8 komentar:

  1. Kenapa gambar enggak dapat dilihat kecauli 2 gamabr teratas?

    BalasHapus
  2. Boleh tunjukkan gambar-gambar tersebut untuk tontonan umum?

    BalasHapus
  3. Boleh sambung cerita di bawah ini?

    C. Gawa Kenyalang dalam dunia nyata yang dimulai oleh Benada alias Temenggung Simpe
    Atas undangan Keling orang dari panggau libau maka datanglah Benada yang kemudian lebih dikenal dengan nama Simpe dengan jabatan Temenggung sebagai kepala adat, kepala suku dan kepala Menua Iban di kawasan Batang Ai ke Kahayangan, setibanya disana ….

    BalasHapus
  4. Benedict Sandin dari Saribas di Sarawak kata Sengalang Burong adalah seekor burung helang (Brahminy Kite) dan bukannya burung enggang atau kenyalang (Rhinocerous Hornbill). Dia kata Sengalang burong adalah Tuhan segala burung manakala enggang atau kenyalang adalah raja segala burung di dunia ini. Apa pendapat anda?

    Gawa kenyalang bukanlah datang dari dunia nyata tetepi sebaliknya gawa Kenyalang adalah berasal dari dunia gaib dari seorang dewa yang dikenal dengan nama Sengalang Burung di dunia Kahayangan. Sementara di dunia nyata Sengalang Burung dikenal sebagai seekor burung jenis burung enggang yang paling besar, yang hidup dan menjadi raja dari segala burung.

    BalasHapus
  5. "Berdasarkan pengetahuan Sabar seorang Lemambang yaitu ahli nimang senior sebagimana dituturkan oleh Stefanus Jenang, bahwa menurut kepercayaan orang Iban, bahwa pada mulanya seseorang Gawa Kenyalang, adalah atas perintah Dewa yaitu manusia dari Kahayangan yang dikenal dengan nama Sengalang Burung, yang dapat menjelama menjadi burung, yaitu seekor burung elang si raja burung, yang berdiam di menua tujung, sandong bersinjang, lebak entak klekuyang, yang beristrikan Dara Entaba Malon, Kupak Cendai, Lawai Patang Jirak."

    Saya setuju Sengalang Burong boleh menjelma sebagai seekor burung helang sperti yang dikatakan di atas tetapi Sengalang Burong adalah Tuhan atau dewa segala burung dan bukannya raja segala burung. Enggang atau kenyalang adalah dianggap raja burung oleh orang Iban. Setujukah anda?

    BalasHapus
  6. " MENDIRIKAN KENYALANG
    Setelah Sengalang Burung datang ngabang, maka sesuai dengan amanahnya, Kenyalang yang sudah diberi nama dan telah dianggap menjadi manusia, maka dia harus pulang ke Kahayangan, tetapi ketempat Keling Gerasi Nading, Bujang Berani Kempang, di Menua Panggau melalui TERAS yaitu tiang SANDONG yang dillit nabao atau naga dan bayak atau komodo lokal yang turut mengantar Kenyalang pulang ke menua Panggau. Namun demikian. sekalipun Kenyalang tersebut sudah pulang ke Kahayangan, manusia dibumi dapat saja mengundangnya umpamanya pada acara gawa sandauari, karena lebih mudah menanggil orang Panggau dari pada Sengalang Burung, dengan mendengar letupan rendai mereka telah berkenan datang."

    Kenapakah Kenyalang pulang ke Panggau Libau iaitu tempat Keling Ngerasi Nandig?

    Kenapakah Kenyalang itu diberi nama dan dianggap menjadi manusia?

    BalasHapus
  7. Ulih nyambung jerita tu ari "Setibanya di sana...."?

    C. Gawa Kenyalang dalam dunia nyata yang dimulai oleh Benada alias Temenggung Simpe
    Atas undangan Keling orang dari panggau libau maka datanglah Benada yang kemudian lebih dikenal dengan nama Simpe dengan jabatan Temenggung sebagai kepala adat, kepala suku dan kepala Menua Iban di kawasan Batang Ai ke Kahayangan, setibanya disana ….

    BalasHapus
  8. Ulih nyambung jerita tu ari "Setibanya di sana...."?

    C. Gawa Kenyalang dalam dunia nyata yang dimulai oleh Benada alias Temenggung Simpe
    Atas undangan Keling orang dari panggau libau maka datanglah Benada yang kemudian lebih dikenal dengan nama Simpe dengan jabatan Temenggung sebagai kepala adat, kepala suku dan kepala Menua Iban di kawasan Batang Ai ke Kahayangan, setibanya disana ….

    BalasHapus